Toleat, dari Sawah ke Panggung Pertunjukan

 
Ratusan penonton tertegun ketika aransemen musik yang diberi judul "Tuap tiup dinu toleat" dimainkan Komunitas Toleat Subang di Halaman Wisma Karya, belum lama ini.
 
Instrumen berdurasi 16 menit dikemas apik dalam satu komposisi utuh menjadi sajian yang mampu memanjakan telinga para penunjung yang hadir.

Saat tampil di Wisma Karya Subang, komunitas bernama "Emper Pare Toleater Pelestarian Budaya Agraris" ini hadir dengan 10 orang personil, empat diantaranya memainkan alat tiup toleat, dan enam lainnya menggunakan berbagai alat khas tradisional yang diadopsi dari "pesawahan". Itu sesuai dengan cikal bakal lahirnya alat tiup toleat, awal mulanya dari pesawahan.

Salah seorang seniman Toleat Subang, Asep Nurbudi yang akrab dipanggil Aep Oboy, mengatakan Toleat merupakan salah satu jenis musik tiup (Aerophone) khas daerah Subang. Toleat sendiri sudah banyak mengalami perubahan. Awal mulanya dari empet-empetan terbuat dari jerami yang sering dimainkan anak anak. Kemudian berevolusi dari sisi bahan yang digunakan maupun nadanya. 

"Awalnya, dari jerami berubah dibuat dari  bambu dengan bentuk seperti suling. Demikian pula dengan nadanya, terus digali sehingga bisa menghasilkan nada pentatonis. Malahan saat ini Toleat sudah bisa memainkan nada diatotis," katanya.

Dikatakannya, filosopi toleat itu sebagai alat musik pasawahan yang dulu di gunakan masyarakat pantura ketika panen padi. Dengan dasar itu pula dalam menghadirkan aransemen "Tuap tiup dinu toleat" dicari alat pendukung mengadopsi dari berbagai peralatan rumah tangga atau bunyi-bunyian yang dulu sering digunakan masyarakatt ketika panen.

"Toleat yang bentuknya seperti suling tetap menjadi alat utamanya, tapi buat menghadirkan suasana pesawahan kami melengkapinya dengan alat lain," katanya, Minggu (30/6/2013). 

Misalnya, dihadirkan alat tabuh berupa buyung (tempat beras) ditutup karet sehingga bisa menghasikan suara seperti gendang. Kemudian ketug yang fungsinya untuk mancing manuk terbuat dari batok kelapa dengan  karet.
Calung renteng, dipakai karena dulu sering digunakan disawah saat menghibur diri. Waktu itu digunakannya dikat dipinggang, sekarang di dipasang runtuy sehingga menjadi gambang bambu.

"Kolotok (kalung kerbau) dipasang dudukan standarnya, dan angklung dari komprak yang dulu dipakai di sawah untuk mengusir burung,"jelasnya.

Apa yang disajikan komunitas toleat Subang ini terbilang luar biasa, mampu membuat penonton terhanyut dalam aransemen yang diraciknya. Toleat yang merupakan seni khas Subang bisa menjelma menjadi seni pertunjukan yang bisa dinikmati banyak orang. Bukan hanya bisa dipentaskan di tingkat lokal, regional, atau  nasional. Namun bisa juga menembus mancanegara. Komunitas ini mampu membawa suasana pesawahan ke panggung pertunjukan.

0 Response to "Toleat, dari Sawah ke Panggung Pertunjukan"

Posting Komentar